Penggunaan
Bahasa Multilingual di Pondok Pesantren
Durrotu Ahlissunnah Waljamaah
Makalah
ini disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik
Dosen :
Prembayun
Disusun oleh
Rina Kurnia Sari
2601413098
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2015
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Penggunaan
Bahasa Multilingual di Lingkup Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Sosiolinguistik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih
memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Oleh sebab itu,
Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi
pembaca. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
23 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.............................................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................... 2
LANADASAN TEORETIS..................................................................................................... 2
2.1. Pemilihan
Bahasa................................................................................................ 2
2.2. Variasi
Bahasa dari segi penutur.......................................................................... 2
2.3. Campur
Kode..................................................................................................... 4
2.4. Bahasa
Pada tingkat sosial masyarakat................................................................. 4
2.5. Komunikasi
Bahasa............................................................................................. 4
BAB III.............................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN.................................................................................................................. 5
3. 1 Penggunaan
Bahasa “Multilingual” Di Lingkup Pesantren Aswaja.......................... 5
3. 2 Karakteristik
Penggunaan Bahasa “Multilingual” Oleh Pihak Pesantren Aswaja..... 7
BAB IV............................................................................................................................ 11
PENUTUP....................................................................................................................... 11
4.1 Kesimpulan....................................................................................................... 11
4.2 Saran................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 12
Bahasa pada dasarnya adalah alat untuk berkomunikasi
kepada lawan bicara dengan tujuan tertentu. Dalam penggunaan bahasa biasanya
seseorang menggunakan tiga bahasa atau lebih dalam penyampaian pesan kepada
lawan bicara. Penggunaan tiga bahasa atau “multilingual” dalam ranah keagamaan
dengan meneliti penggunaan tiga bahasa di Pondok Pesantren
Durrotu Ahlissunnah Waljamaah yaitu bahasa Arab,bahasa Jawa, bahasa Indonesia.
Ketiga bahasa itu digunakan pada kegiatan yang diselenggarakan dilingkup
Pesantren oleh guru besar pesantren, Ustadz atau ustadzah, santriwan, dan santriwati.
Peneliti mengikuti acara-acara atau kegiatan rutin mingguan atau harian di Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah selama
tiga hari dua malam. Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh pesantren terdapat
penggunaan ketiga bahasa itu secara bersamaan dalam satu kalimat, bergantian
kata dan bahasa sebagai alat komunikasi penyampaian pesan. Padahal penggunaan
satu bahasa sangat baik dan mempermudah penyampaian pesan kepada lawan bicara .
Penggunaan bahasa multilingual di Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah sangat jelas
digunakan pada kegiatan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Penggunaan Bahasa Multilingual dilingkup Pondok Pesantren
Durrotu Ahlissunnah Waljamaah ?
2.
Bagaimana
karakteristik pengguna bahasa di lingkup Pondok Pesantren
Durrotu Ahlissunnah Waljamaah?
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka
diharapkan makalah ini bertujuan :
1.
Menjelaskan
Penggunaan bahasa Multilingual di lingkup Pondok Pesantren
Durrotu Ahlissunnah Waljamaah.
2.
Menjelaskan
Karakteristik pengguna bahasa Multilingual di lingkup Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah.
Menurut Fasold (1984)
hal pertama yang terbayang bila kita memikirkan bahasa adalah “bahasa
keseluruhan” (whole languanges) dimana kita membayangkan seseorang dalam
masyarakat bilingual atau multilingual berbicara dua bahasa atau lebih dan
harus memilih yang mana yang harus digunakan. Dalam hal memilih ini ada tiga
jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu, pertama dengan alih kode, artinya,
menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain
pada keperluan lain. Kedua dengan melakukan campur kode, artinya, menggunakan
satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain.
Ketiga, dengan memilih satu variasi bahasa yang sama. Batas ketiga pilihan ini
kadang-kadang dengan mudah dapat ditentukan, tetapi kadang-kadang agak sukar
karena batasnya menjadi kabur. Kita sukar membedakan alih kode dan campur kode,
seperti disebutkan Hill dan Hill mengenai penggunaan bahasa Spanyol dan bahasa
Nuhuatli dikelompok Indian Meksiko, akibat terlalu banyaknya unsur-unsur bahasa
Spanyol didalam bahasa Nuhuatli begitu juga sebaliknya. Lalu, campur kode
acapkali juga sukar dibedakan dengan variasi intrabahasa
(intra-language-variation). Maka, menurut Fasold letak ketiga pilihan itu merupakan
titik-titik kontinum dari sudut pandang sosiolinguistik.
Di Indonesia secara
umum digunakan tiga buah bahasa dengan tiga domain sasaran, yaitu bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam
domain keindonesiaan, atau domain yang sifatnya nasional, seperti dalam domain
keindonesiaan, atau domain yang sifatnya nasional, seperti dalam pembicaraan
anatarsuku, bahasa pengantar dalam pendidikan , dan dalam surat-menyurat dinas.
Bahasa daersh digunakan dalam domain kadaerahan, seperti dalam upacara
pernikahan, percakapan dalam keluarga daerah, dan komunikasi antarpenutur
sedaerah. Sedangkan bahasa asing digunakan untuk komunikasi antar bangsa, atau
untuk keperluan-keperluan tertentu yang menyangkut interlekuator orang asing.
Variasi
bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa
yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut
konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya
masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan
kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan
adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang,
hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat
mengenalinya. Mengenali idiolek seseorang dari bicaranya memang lebih mudah
daripada melalui karya tulisnya. Namun kalau kita sering membaca Karya Hamka,
Alisjahbana, atau Shakespeare, maka pada suatu waktu kelak bila kita menemui
selembar karya mereka, meskipun tidak dicantumkan nama mereka, maka kita dapat
mengenali lembaran itu karya siapa. Kalau setiap orang memiliki idioleknya
masing-masing, maka apakah berarti idiolek itu menjadi banyak ? Ya, memang
demikian, bila ada 1000 orang penutur, misalnya, maka akan ada 1000 idiolek
dengan cirinya masing-masing yang meskipun sangat kecil atau sedikit cirinya
itu, tetapi masih tetap menunjukkan idioleknya. Dua orang kembar pun, warna
suaranya, yang menandai idioleknya, masih dapat diperbedakan.
Variasi
bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi
bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu
tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah
atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal,
dialek regional atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun
mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai
bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain,
yang berada dalam dialeknya sendiri dengan cara lain yang menandai dialeknya
juga. Misalnya, bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang
berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek
Semarang atau juga dialek Surabaya.
Variasi
ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal,
yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi yang
digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.
Variasi
bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek
atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan
dan kelas sosial para penuturnya.
Kesamaan
yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau
lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Seorang
penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan
serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode.
Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau
bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan.
Sosiolinguistik
adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaanya di dalam masyarakat.
Tingkatan sosial di dalam masyarakat dapat dilihat dari dua segi pertama segi
kebangsawanan, kedua, dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan
pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki. Biasanya yang memiliki
pendidikan lebih baik memperoleh kemungkinan untuk memperoleh taraf
perekonomian yang lebih baik pula. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja taraf
pendidikannya lebih baik, namun taraf perekonomiannya kurang baik. Sebaliknya,
yang memiliki taraf pendidikan kurang, tetapi memiliki taraf perekonomian yang
baik.
Dalam
setiap komunikai bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan
(sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau
kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan ,
pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam hal ini pesan itu
tidak lain pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan
pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar).
Ada
dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah.
Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima
tetap sebagai penerima. Komunikasi searah ini terjadi, misalnya, dalam
komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah dimasjid atau gereja, ceramah
yang tidak diikuti tanya jawab, dan sebagainya. Dalam komunikasi dua arah,
secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima bisa
menjadi pengirim. Komunikasi dua arah ini terjadi, misalnya, dalam rapat,
perundingan, diskusi, dan sebagainya.
Bahasa
yang digunakan di lingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah ada
tiga bahasa atau multilingual yaitu
bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Arab. Ketiga bahasa tersebut digunakan
diberbagai pertemuan lingkup pesantren seperti pengajian rutin setiap selesai
sholat berjamaah, pengajian telaah kitab Khuququl
jaujaini setiap habis sholat terawih oleh abah kyai Masrokhan bagi yang
kelas atas, dan oleh ustadz Kholid bagi yang kelas dasar. Menjelang bulan
ramadhan panitia juga mengadakan
kegiatan pengajian yang mengundang ustadz Khoirumas.
Penggunaan
bahasa multilingual digunakan secara
bersamaan karena kebiasaan seperti istilah “Language is a habit”. Ketiga bahasa
itu digunakan karena terbiasa didengar, dilafalkan, dan memahami setiap
harinya. Ustadz menggunakan multilingual pada
penyampaian materi, ceramah ataupun pengajian.
Tujuan
penggunaan adalah multilingual untuk menyesuaikan latar belakang bahasa para
pendengaranya yang sebagian besar para santri adalah menggunakan bahasa jawa.
Pesantren tersebut juga berada pada lingkungan pulau Jawa khususnya Gunung
Pati, Semarang yang sebagian besar menggunakan bahasa Jawa. Selain itu
sisipan-sisipan bahasa Indonesia digunakan sebagai alat menyatukan bahasa
santri yang berasal dari luar jawa. Sedangkan bahasa Arab digunakan bersamaan.
Disamping bahasa Jawa dan bahasa Indonesia adalah karena bahasa Arab merupakan
bahasa nabi Muhammad S.A.W yaitu tercantum dalam hadist yang artinya “cintailah
aku nabi Muhammad S.A.W karena tiga, yang pertama karena aku orang arab, kedua
karena bahasa al-Quran adalah bahasa Arab, dan ketiga bahwa bahasa Surga adalah
Bahasa Arab”.
Bahasa
Jawa lebih banyak digunakan pada penyampaian pesan kepada para santri. Bahasa
sehari-hari juga menggunakan bahasa Jawa yang umumnya para santri adalah
berasal dari pulau jawa. Selain itu pada sholawat juga menggunakan bahasa jawa
yang mengumandangkan puji-pujian
datangnya bulan ramadhan. Bahasa Indonesia lebih sedikit digunakan, hanya ada
beberapa sisipan-sisipan untuk mempermudah penyampaian pesan atau ilmu supaya
mudah diterima. Bahasa Arab digunakan pada saat ceramah, khotbah, sholawat
karena bahasanya banyak mengambil dari bahasa al-Quran atau melafalkan hadist
atau ayat al-Quran yang merupakan bahasa arab baik tulisan ataupun lisan dalam
melafalkannya.
Bahasa
ustadz yang multilingual digunakan pada
kebiasaan sehari-hari dengan
prinsip “Language is habit” yaitu menggunakan bahasa
tersebut karena terbiasa. Diadakannya komunitas bahasa Arab di lingkup
pesantren merupakan cara pembelajaran bahasa Arab secara mendalam. Pesantren Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah juga mengharapkan terorganisirnya
penggunaan bahasa yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab.
Pada
kegiatan ataupun pengajian rutin biasa mengumandangkan sholawat yang berbahasa
arab, juga bahasa jawa. Selain sholawatan juga menyisipkan beberapa lagu religi
yang berbahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa
beberapa bahasa dilingkup pesantren sangat variasi.
Syair religi
bahasa Jawa dan bahasa Arab
Rekaman suara
032 oleh ustadz Kholid
Kabeh-kabeh
kersane alloh, sugih sithik kersane alloh
Kabeh-kabeh
kersane alloh, sugih sithik kersane alloh
Sing
penting ya pada ikhtiyar, Mumpung jagade isih digelar
Sing
penting ya pada ikhtiyar, Mumpung jagade isih digelar”
Ya
rosullalloh salamun ngalaih
Syair religi
bahasa Indonesia dan bahasa Arab
Rekaman suara 007_sd
Berani-berani karna benar,
takut-takut karna salah.
Demi nikmat hati yang segar, dunia
akhirat mendapat berkah.
Laillahailalloh, Laillahailalloh,
Laillahailalloh, Muhammadurrosululloh
Berani-berani karna benar, takut-takut
karna salah.
Demi Alloh memberi barokah dunia
akhiratahli jannah”
Laillahailalloh, Laillahailalloh,
Laillahailalloh, Muhammadurrosululloh
3. 2
Karakteristik Penggunaan Bahasa Mulitilingual Oleh Pihak Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah
Nama-nama di lingkup Pesantren
Abah
|
Kyai Masrokhan
|
Ustadz
|
Kholid
|
Kange
|
Santriwan/santri laki-laki
|
Mbae
|
Santriwati/santri perempuan
|
Berdasarkan sarananya bahasa dibedakan menjadi dua,
yaitu bahasa tulis dan lisan. Bahasa lisan adalah bahasa yang diucapkan atau
dituturkan, berupa pidato atau percakapan.
Bahasa Lisan
1.
Bahasa
ustadz atau ustadzah dengan santriwan dan santriwati.
Bahasa yang digunakan Ustadz kepada santriwan dan
santriwati adalah menggunakan multilingual
karena untuk mempermudah penyampaian pesan. Tetapi lebih banyak menggunakan
bahasa Jawa khususnya Krama inggil
sebagai bahasa efektif di lingkup Pesantren. Selain itu juga mengajarkan para
santri berbahasa jawa krama inggil
kepada orang yang lebih tua atau sepuh.
Rekaman 001_sd
Pengajian Ustadz Kholid dengan para santri menelaah
kitab Khuququl jaujaeni
Ustadz :
ya memang betul ngati-ati ya mba. Wong wedok kudu nurut karo wong lanang, merga
nek ora nurut, nek wong lanang wis nesu artine lepas kontrolngetokake kata sing
ora apaik malah imbase dening wong wedok. Sakpinter-pintere wong wedok, wong
wedok tetep sakngisore wong lanang. Bu, iya pa ora?. Sakpinter-pintere wong
wedok tetep sakngisore wong lanang kedudukene. Wong sing jenenge wong lanang
didalam keluarga itu adalah Pemimpin. Pemimpin bojone pemimpin anake. Sing isa
ndidik anak lan bojone. Mangkane wong lanang ngaten niku dari sekarang harus
dipersiapakan bagaimana caranya dipersiapakan diri untuk menjadi pemimpin yang
baik. Paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri, istrinya, dan anaknya dalam
sebuah berkeluarga. Mba nek ndilalah sampeyan angsal bojo ora patia pinter
pancen njenegan kudu sabar.
Para santri :
nggih Insya alloh.
Ustadz : aja nggah-nggih tok.
Para santri :
Insya alloh pak mangke.
Ustadz : Mengko merga mentang-mentang awake
dhewek, malah sawenang-wenang.
2.
Ustadz
dengan guru besar atau abah Kyai Masrokhan.
Bahasa yang digunakan Ustadz kepada kyai Masrokhan
di pesantren adalah bahasa Jawa Krama
inggil, karena beliau yang kerap dipanggil abah itu juga sangat fasih atau
lancar menggunakan bahasa Jawa krama
inggil dengan baik dan benar yang sering digunakan pada khotbah, ceramah,
ataupun pengajian yang disampaikan abah.
3.
Abah
Kyai Masrokhan dengan santriwan dan santriwati
Guru besar Pesantren atau abah terbiasa menggunakan
bahasa Jawa ragam ngoko kepada para
santrinya. Selain itu juga menyisipkan bahasa Indonesia dan bahasa arab.
Rekaman 007_sd
Abah :
Ngaji kitab ngene iki barokah dunya akhirat.
Para santri :
amin
Abah :
Sudah dijelaskan,
a. Kangelane,
bener-bener butuh Gusti alloh S.W.T wong
sing bener-bener butuh ora ngapusi.
b. Sebab
rekasane akeh,
c. Ilmune
ilmu ngaturi. Ora ilmu ngarang-ngarang ora. Alloh S.W.T selama cocok sing
dikersani alloh S.W.T . Lah sing khusnul khotimah mlebu swarga bareng-bareng
para Nabi, alim, ulama. Wong ngaji kuwi intine kuwi. Ditemukan didalam sejarah
nabi sampai Siti Jenar, wong sing nglewati wong-wonge barokah. Nek pancen ora
ngapusi, yaiku shidiq, amanah, fatonah.
4.
Santriwan
dan santriwati dengan ustadz atau ustadzah.
Para
santri menggunakan multilingual dalam
kesehariannya dilingkup pesantren. Komunikasi atau percakapannya dengan ustadz
adalah menggunakan bahasa Jawa krama
inggil. Dengan tujuan menghormati lawan bicara yang lebih tua. Beberapa
bahasa Jawa yang digunakan juga menyisipkan bahasa Indonesia untuk mempermudah
komunikasi, karena tidak semua bahasa Jawa dikuasainya.
5. Santriwan dan santriwati dengan
Abah kyai Masrokhan.
Para
santri menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa krama inggil kepada abah kyai Masrokhan dengan tujuan menghormati dan
menyesuaikan bahasa Abah kyai Masrokhan yang terbiasa menggunakan bahasa krama
inggil kepada lawan bicaranya di lingkup pesantren ataupun diluar pesantren.
Rekaman suara
034
Abah :Hidup
kuwi kanggo ngapa ?
Santriwan :Hidup, untuk Alloh S.W.T itu wajib melaksanakan
perintahnya dan menjauhi segala larangannya untuk tujuan satu yaitu menuju
surga Alloh S.W.T
6.
Santriwan
dengan santriwati
Sesama santri yaitu percakapan santri putra dengan
santri putri atau sebaliknya menggunakan lebih dari satu bahasa karena hanya bertujuan menyampaikan pesan,
maksud, atau gagasan kepada lawan bicaranya. Dalam penggunaan bahasanya banyak
mengambil kata dari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Percakapan :
Rekaman 005_sd
Mba Lia Hikmatul Maula dan kang Rodli Mafudin
Mba :Njenengan ngasih pengungumane pripun?
Kang : hehe, Cuma empat.
Mba : yang berangkat Cuma empat orang? Terus
njenengan ngumumkene pripun ? tes tok ngaten mawon ?
Kang : Buka bersmanya juga, ohh
Mba : terus ta, kan tek jelaske wingi ta?
Tese ngene-ngene , uh langsung padha nguring-nguring anu risa, winda kabeh.
Kang : Iya, tapi gelem kan ?
Mba : ah enak sing mangkat, aku ngesuk ra
mangkat. Aduh, la piye. Terus dikandhani ngene-ngene sampe meh nangis. Terus
ini nanti mau gimana ? lanjut tes ?
Kang : Iya, Tapi jumlah yang berangkat kalau di
total sekitar 20 sampai 21 ya? Nek misale nanti kebacut dengan orang yang
sama ya ?
Mba : La nggih, mangkane dongane sesuk nek
mangkat cah iku kon tes.
Kang : La hasil tesnya gimana ?.
Mba : Sampun merata sih. 1,2,3,4 yang 5 satu
anak.
Kang : lima anak ?
|
Mba : nggih, lah nanti kita mau bikin berapa
kelas ? terus nant mau dipotong ? nek wingi sih wis tak umumke, sing durung
mangkat wingi, sesuk kon mangkat. Tapikan kita nggak tau juga kalau
perkiraanku sih wong sing wingi-wingi.
Kang : sukses, nek misalke berangkat.
Mba : La, enggih. Nek misalke ngajinipun
langsung atau sing mbiyen ?
Kang : Apa sudah punya ?
Mba : nggak tau ding. Masa ngagem gone kita
sit.
Kang : Bukunya kita punya ?
Mba : Punya. Kemarin kulo bawa 1-6, mba lisa
juga bawa 1-2 padha sebenere menurut kulo.
Kang : ora papa sih menurut kula.
Mba : Terus nanti kita gimana ? ya beli,
kalau enggak gak papa kita. kan yang menyediakan.
Kang : Ya begitu. Menyediakan belilah !
Mba : Napa ngaten mawon, misal nanti ada
kitabnya, kita diskusikan.
Kang : Iya.
Mba : Misalke belum ada pake punyake kita dulu, yang tes. Yang
belum tes !
|
Bahasa
Tulis
Bahasa
tulis adalah bahasa yang dituliskan atau dicetak, berupa karangan.
Di Pesantren terdapat bahasa tulis yaitu peraturan yang
ditulis dan dibuat untuk para santri.
“ Setiap santri dilarang bertemu antara kange dan mbake tanpa ada teman yang mendampingi"
Penggunaan
bahasa “Multilingual” Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah terjadi
karena adanya beberapa faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor pendidikan.
Pesantren tersebut berada di lingkungan
Jawa tengah yang sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa. Beberapa santri dan
santriwati merupakan mahasiswa yang berasal dari beberapa daerah maka
panggunaan Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat atau bahasa persatuan
untuk mempermudah penyampaian pesan dan komunikasi. Penggunaan bahasa asing
khususnya bahasa arab di lingkup pesantren yaitu karena berpedoman kepada
al-Quran dan al-kitab yang didalamnya
merupakan huruf arab atau hijaiyah dan pelafalan bahasa arab beserta
menyisipkan. Bahasa arab yang sebagian diambil dari al-Quran, Hadist, dan
al-kitab. Penggunaan dua bahasa atau lebih di lingkup pesantren yaitu bahasa
Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab merupakan “Multilingual” bermanfaat untuk
penyampaian pesan, gagasan, ide, kepada lawan bicaranya. Selain “Multilingual”
bahasa lisan, di lingkup pesantren Pondok
Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah juga terdapat beberapa bahasa tulis
yang bertujuan memperindah bahasa dan menyesuaikan lingkup pesantren yang
menguasai lebih dari tiga bahasa yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab.
Penggunaan
lebih dari dua bahasa “Multilingual” oleh seseorang. Jika penggunaan bahasa
Indonesia tercampur dengan bahasa lain atau munculnya bahasa gaul, maka
termasuk kerusakan berbahasa. Bahasa Indonesia mempunyai aturan berbahasa dan
berpedoman kepada KBBI. Alangkah lebih baiknya penggunaan bahasa dilingkup
pesantren yang menggunakan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab.
Digunakan pembagian bahasa supaya ketiga bahasa itu tetap digunakan tetapi
tidak secara bersamaan. Pada kegiatan atau acara formal menggunakan bahasa
Indonesia. Pada pembelajaran atau pengajian kitab menggunakan bahasa arab dan
penjelasannya memakai bahasa Jawa. Di lingkup pesantren karena adat menghormati
sangat baik maka penggunaan bahasa Jawa baik digunakan sesuai dengan tingkatan Krama dan ngoko.
Dr. Mansoer Pateda. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Mukhdoyin dan wagiran. 2012. Bahasa Indonesia. Semarang: Unnes Press.
Kyai Kyai Masrokhan dan
Ustadz Kholid
Para Santri dan santriwati Pondok Pesantren As-waja
(15 Juni 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar