Selasa, 12 Januari 2016

Makalah




Penggunaan Bahasa Multilingual di Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik
Dosen :
Prembayun


Disusun oleh
Rina Kurnia Sari
2601413098



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Penggunaan Bahasa Multilingual di Lingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiolinguistik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Oleh sebab itu, Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



23 Juni 2015



Penulis










           
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1.1       Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2       Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
1.3       Tujuan................................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................... 2
LANADASAN TEORETIS..................................................................................................... 2
2.1.      Pemilihan Bahasa................................................................................................ 2
2.2.      Variasi Bahasa dari segi penutur.......................................................................... 2
2.3.      Campur Kode..................................................................................................... 4
2.4.      Bahasa Pada tingkat sosial masyarakat................................................................. 4
2.5.      Komunikasi Bahasa............................................................................................. 4
BAB III.............................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN.................................................................................................................. 5
3. 1      Penggunaan Bahasa “Multilingual” Di Lingkup Pesantren Aswaja.......................... 5
3. 2      Karakteristik Penggunaan Bahasa “Multilingual” Oleh Pihak Pesantren Aswaja..... 7
BAB IV............................................................................................................................ 11
PENUTUP....................................................................................................................... 11
4.1       Kesimpulan....................................................................................................... 11
4.2       Saran................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 12





Bahasa pada dasarnya adalah alat untuk berkomunikasi kepada lawan bicara dengan tujuan tertentu. Dalam penggunaan bahasa biasanya seseorang menggunakan tiga bahasa atau lebih dalam penyampaian pesan kepada lawan bicara. Penggunaan tiga bahasa atau “multilingual” dalam ranah keagamaan dengan meneliti penggunaan tiga bahasa di Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah yaitu bahasa Arab,bahasa Jawa, bahasa Indonesia. Ketiga bahasa itu digunakan pada kegiatan yang diselenggarakan dilingkup Pesantren oleh guru besar pesantren, Ustadz atau ustadzah, santriwan, dan santriwati. Peneliti mengikuti acara-acara atau kegiatan rutin mingguan atau harian di Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah selama tiga hari dua malam. Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh pesantren terdapat penggunaan ketiga bahasa itu secara bersamaan dalam satu kalimat, bergantian kata dan bahasa sebagai alat komunikasi penyampaian pesan. Padahal penggunaan satu bahasa sangat baik dan mempermudah penyampaian pesan kepada lawan bicara . Penggunaan bahasa multilingual di Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah sangat jelas digunakan pada kegiatan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
      1.            Bagaimana Penggunaan Bahasa Multilingual dilingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah ?
      2.            Bagaimana karakteristik pengguna bahasa di lingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah?

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka diharapkan makalah ini bertujuan :
                1.            Menjelaskan Penggunaan bahasa Multilingual di lingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah.
                2.            Menjelaskan Karakteristik pengguna bahasa Multilingual di lingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah.




Menurut Fasold (1984) hal pertama yang terbayang bila kita memikirkan bahasa adalah “bahasa keseluruhan” (whole languanges) dimana kita membayangkan seseorang dalam masyarakat bilingual atau multilingual berbicara dua bahasa atau lebih dan harus memilih yang mana yang harus digunakan. Dalam hal memilih ini ada tiga jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu, pertama dengan alih kode, artinya, menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain. Kedua dengan melakukan campur kode, artinya, menggunakan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain. Ketiga, dengan memilih satu variasi bahasa yang sama. Batas ketiga pilihan ini kadang-kadang dengan mudah dapat ditentukan, tetapi kadang-kadang agak sukar karena batasnya menjadi kabur. Kita sukar membedakan alih kode dan campur kode, seperti disebutkan Hill dan Hill mengenai penggunaan bahasa Spanyol dan bahasa Nuhuatli dikelompok Indian Meksiko, akibat terlalu banyaknya unsur-unsur bahasa Spanyol didalam bahasa Nuhuatli begitu juga sebaliknya. Lalu, campur kode acapkali juga sukar dibedakan dengan variasi intrabahasa (intra-language-variation). Maka, menurut Fasold letak ketiga pilihan itu merupakan titik-titik kontinum dari sudut pandang sosiolinguistik.
Di Indonesia secara umum digunakan tiga buah bahasa dengan tiga domain sasaran, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam domain keindonesiaan, atau domain yang sifatnya nasional, seperti dalam domain keindonesiaan, atau domain yang sifatnya nasional, seperti dalam pembicaraan anatarsuku, bahasa pengantar dalam pendidikan , dan dalam surat-menyurat dinas. Bahasa daersh digunakan dalam domain kadaerahan, seperti dalam upacara pernikahan, percakapan dalam keluarga daerah, dan komunikasi antarpenutur sedaerah. Sedangkan bahasa asing digunakan untuk komunikasi antar bangsa, atau untuk keperluan-keperluan tertentu yang menyangkut interlekuator orang asing.

Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya. Mengenali idiolek seseorang dari bicaranya memang lebih mudah daripada melalui karya tulisnya. Namun kalau kita sering membaca Karya Hamka, Alisjahbana, atau Shakespeare, maka pada suatu waktu kelak bila kita menemui selembar karya mereka, meskipun tidak dicantumkan nama mereka, maka kita dapat mengenali lembaran itu karya siapa. Kalau setiap orang memiliki idioleknya masing-masing, maka apakah berarti idiolek itu menjadi banyak ? Ya, memang demikian, bila ada 1000 orang penutur, misalnya, maka akan ada 1000 idiolek dengan cirinya masing-masing yang meskipun sangat kecil atau sedikit cirinya itu, tetapi masih tetap menunjukkan idioleknya. Dua orang kembar pun, warna suaranya, yang menandai idioleknya, masih dapat diperbedakan.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan cara lain yang menandai dialeknya juga. Misalnya, bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang atau juga dialek Surabaya.
Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya.

Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Seorang penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan.

Sosiolinguistik adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaanya di dalam masyarakat. Tingkatan sosial di dalam masyarakat dapat dilihat dari dua segi pertama segi kebangsawanan, kedua, dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki. Biasanya yang memiliki pendidikan lebih baik memperoleh kemungkinan untuk memperoleh taraf perekonomian yang lebih baik pula. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja taraf pendidikannya lebih baik, namun taraf perekonomiannya kurang baik. Sebaliknya, yang memiliki taraf pendidikan kurang, tetapi memiliki taraf perekonomian yang baik.

Dalam setiap komunikai bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan , pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam hal ini pesan itu tidak lain pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar).
Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima. Komunikasi searah ini terjadi, misalnya, dalam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah dimasjid atau gereja, ceramah yang tidak diikuti tanya jawab, dan sebagainya. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima bisa menjadi pengirim. Komunikasi dua arah ini terjadi, misalnya, dalam rapat, perundingan, diskusi, dan sebagainya.






Bahasa yang digunakan di lingkup Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah ada tiga bahasa atau multilingual  yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Arab. Ketiga bahasa tersebut digunakan diberbagai pertemuan lingkup pesantren seperti pengajian rutin setiap selesai sholat berjamaah, pengajian telaah kitab Khuququl jaujaini setiap habis sholat terawih oleh abah kyai Masrokhan bagi yang kelas atas, dan oleh ustadz Kholid bagi yang kelas dasar. Menjelang bulan ramadhan panitia  juga mengadakan kegiatan pengajian yang mengundang ustadz Khoirumas.
Penggunaan bahasa multilingual digunakan secara bersamaan karena kebiasaan seperti istilah “Language is a habit”. Ketiga bahasa itu digunakan karena terbiasa didengar, dilafalkan, dan memahami setiap harinya. Ustadz menggunakan multilingual pada penyampaian materi, ceramah ataupun pengajian.
Tujuan penggunaan adalah  multilingual untuk menyesuaikan latar belakang bahasa para pendengaranya yang sebagian besar para santri adalah menggunakan bahasa jawa. Pesantren tersebut juga berada pada lingkungan pulau Jawa khususnya Gunung Pati, Semarang yang sebagian besar menggunakan bahasa Jawa. Selain itu sisipan-sisipan bahasa Indonesia digunakan sebagai alat menyatukan bahasa santri yang berasal dari luar jawa. Sedangkan bahasa Arab digunakan bersamaan. Disamping bahasa Jawa dan bahasa Indonesia adalah karena bahasa Arab merupakan bahasa nabi Muhammad S.A.W yaitu tercantum dalam hadist yang artinya “cintailah aku nabi Muhammad S.A.W karena tiga, yang pertama karena aku orang arab, kedua karena bahasa al-Quran adalah bahasa Arab, dan ketiga bahwa bahasa Surga adalah Bahasa Arab”.
Bahasa Jawa lebih banyak digunakan pada penyampaian pesan kepada para santri. Bahasa sehari-hari juga menggunakan bahasa Jawa yang umumnya para santri adalah berasal dari pulau jawa. Selain itu pada sholawat juga menggunakan bahasa jawa yang mengumandangkan  puji-pujian datangnya bulan ramadhan. Bahasa Indonesia lebih sedikit digunakan, hanya ada beberapa sisipan-sisipan untuk mempermudah penyampaian pesan atau ilmu supaya mudah diterima. Bahasa Arab digunakan pada saat ceramah, khotbah, sholawat karena bahasanya banyak mengambil dari bahasa al-Quran atau melafalkan hadist atau ayat al-Quran yang merupakan bahasa arab baik tulisan ataupun lisan dalam melafalkannya.

Bahasa ustadz yang multilingual digunakan pada kebiasaan sehari-hari dengan
prinsip “Language is habit” yaitu menggunakan bahasa tersebut karena terbiasa. Diadakannya komunitas bahasa Arab di lingkup pesantren merupakan cara pembelajaran bahasa Arab secara mendalam. Pesantren Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah juga mengharapkan terorganisirnya penggunaan bahasa yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab.
Pada kegiatan ataupun pengajian rutin biasa mengumandangkan sholawat yang berbahasa arab, juga bahasa jawa. Selain sholawatan juga menyisipkan beberapa lagu religi yang berbahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa beberapa bahasa dilingkup pesantren sangat variasi.

Syair religi bahasa Jawa dan bahasa Arab
Rekaman suara 032 oleh ustadz Kholid
Kabeh-kabeh kersane alloh, sugih sithik kersane alloh
Kabeh-kabeh kersane alloh, sugih sithik kersane alloh
Sing penting ya pada ikhtiyar, Mumpung jagade isih digelar
Sing penting ya pada ikhtiyar, Mumpung jagade isih digelar”
Ya rosullalloh salamun ngalaih

Syair religi bahasa Indonesia dan bahasa Arab
Rekaman  suara 007_sd
Berani-berani karna benar, takut-takut karna salah.
Demi nikmat hati yang segar, dunia akhirat mendapat berkah.
Laillahailalloh, Laillahailalloh, Laillahailalloh, Muhammadurrosululloh
Berani-berani karna benar, takut-takut karna salah.
Demi Alloh memberi barokah dunia akhiratahli jannah”
Laillahailalloh, Laillahailalloh, Laillahailalloh, Muhammadurrosululloh








Nama-nama di lingkup Pesantren
Abah
Kyai Masrokhan
Ustadz
Kholid
Kange
Santriwan/santri laki-laki
Mbae
Santriwati/santri perempuan

Berdasarkan sarananya bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa tulis dan lisan. Bahasa lisan adalah bahasa yang diucapkan atau dituturkan, berupa pidato atau percakapan.
Bahasa Lisan
1.      Bahasa ustadz atau ustadzah dengan santriwan dan santriwati.
Bahasa yang digunakan Ustadz kepada santriwan dan santriwati adalah menggunakan multilingual karena untuk mempermudah penyampaian pesan. Tetapi lebih banyak menggunakan bahasa Jawa khususnya Krama inggil sebagai bahasa efektif di lingkup Pesantren. Selain itu juga mengajarkan para santri berbahasa jawa krama inggil kepada orang yang lebih tua atau sepuh.
Rekaman 001_sd
Pengajian Ustadz Kholid dengan para santri menelaah kitab Khuququl jaujaeni
Ustadz               : ya memang betul ngati-ati ya mba. Wong wedok kudu nurut karo wong lanang, merga nek ora nurut, nek wong lanang wis nesu artine lepas kontrolngetokake kata sing ora apaik malah imbase dening wong wedok. Sakpinter-pintere wong wedok, wong wedok tetep sakngisore wong lanang. Bu, iya pa ora?. Sakpinter-pintere wong wedok tetep sakngisore wong lanang kedudukene. Wong sing jenenge wong lanang didalam keluarga itu adalah Pemimpin. Pemimpin bojone pemimpin anake. Sing isa ndidik anak lan bojone. Mangkane wong lanang ngaten niku dari sekarang harus dipersiapakan bagaimana caranya dipersiapakan diri untuk menjadi pemimpin yang baik. Paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri, istrinya, dan anaknya dalam sebuah berkeluarga. Mba nek ndilalah sampeyan angsal bojo ora patia pinter pancen njenegan kudu sabar.
Para santri       : nggih Insya alloh.
Ustadz             : aja nggah-nggih tok.
Para santri       : Insya alloh pak mangke.
Ustadz             : Mengko merga mentang-mentang awake dhewek, malah sawenang-wenang.
2.      Ustadz dengan guru besar atau abah Kyai Masrokhan.
Bahasa yang digunakan Ustadz kepada kyai Masrokhan di pesantren adalah bahasa Jawa Krama inggil, karena beliau yang kerap dipanggil abah itu juga sangat fasih atau lancar menggunakan bahasa Jawa krama inggil dengan baik dan benar yang sering digunakan pada khotbah, ceramah, ataupun pengajian yang disampaikan abah.
3.      Abah Kyai Masrokhan dengan santriwan dan santriwati
Guru besar Pesantren atau abah terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada para santrinya. Selain itu juga menyisipkan bahasa Indonesia dan bahasa arab.
Rekaman 007_sd
Abah               : Ngaji kitab ngene iki barokah dunya akhirat.
Para santri       : amin
Abah               : Sudah dijelaskan,
a.       Kangelane, bener-bener butuh Gusti alloh S.W.T  wong sing bener-bener butuh ora ngapusi.
b.      Sebab rekasane akeh,
c.       Ilmune ilmu ngaturi. Ora ilmu ngarang-ngarang ora. Alloh S.W.T selama cocok sing dikersani alloh S.W.T . Lah sing khusnul khotimah mlebu swarga bareng-bareng para Nabi, alim, ulama. Wong ngaji kuwi intine kuwi. Ditemukan didalam sejarah nabi sampai Siti Jenar, wong sing nglewati wong-wonge barokah. Nek pancen ora ngapusi, yaiku shidiq, amanah, fatonah.
4.      Santriwan dan santriwati dengan ustadz atau ustadzah.
Para santri menggunakan multilingual dalam kesehariannya dilingkup pesantren. Komunikasi atau percakapannya dengan ustadz adalah menggunakan bahasa Jawa krama inggil. Dengan tujuan menghormati lawan bicara yang lebih tua. Beberapa bahasa Jawa yang digunakan juga menyisipkan bahasa Indonesia untuk mempermudah komunikasi, karena tidak semua bahasa Jawa dikuasainya.
5.      Santriwan dan santriwati dengan Abah kyai Masrokhan.
Para santri menggunakan bahasa Indonesia  dan bahasa Jawa krama inggil kepada abah kyai Masrokhan dengan tujuan menghormati dan menyesuaikan bahasa Abah kyai Masrokhan yang terbiasa menggunakan bahasa krama inggil kepada lawan bicaranya di lingkup pesantren ataupun diluar pesantren.
Rekaman suara 034
Abah               :Hidup kuwi kanggo ngapa ?
Santriwan                    :Hidup, untuk Alloh S.W.T itu wajib melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala larangannya untuk tujuan satu yaitu menuju surga Alloh S.W.T
6.      Santriwan dengan santriwati
Sesama santri yaitu percakapan santri putra dengan santri putri atau sebaliknya menggunakan lebih dari satu bahasa  karena hanya bertujuan menyampaikan pesan, maksud, atau gagasan kepada lawan bicaranya. Dalam penggunaan bahasanya banyak mengambil kata dari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Percakapan :
Rekaman 005_sd
Mba Lia Hikmatul Maula dan kang Rodli Mafudin
Mba     :Njenengan ngasih pengungumane pripun?
Kang   : hehe, Cuma empat.
Mba     : yang berangkat Cuma empat orang? Terus njenengan ngumumkene pripun ? tes tok ngaten mawon ?
Kang   : Buka bersmanya juga, ohh
Mba     : terus ta, kan tek jelaske wingi ta? Tese ngene-ngene , uh langsung padha nguring-nguring anu risa, winda kabeh.
Kang   : Iya, tapi gelem kan ?
Mba     : ah enak sing mangkat, aku ngesuk ra mangkat. Aduh, la piye. Terus dikandhani ngene-ngene sampe meh nangis. Terus ini nanti mau gimana ? lanjut tes ?
Kang   : Iya, Tapi jumlah yang berangkat kalau di total sekitar 20 sampai 21 ya? Nek misale nanti kebacut dengan orang yang sama ya ?
Mba     : La nggih, mangkane dongane sesuk nek mangkat cah iku kon tes.
Kang   : La hasil tesnya gimana ?.
Mba     : Sampun merata sih. 1,2,3,4 yang 5 satu anak.
Kang   : lima anak ?

Mba     : nggih, lah nanti kita mau bikin berapa kelas ? terus nant mau dipotong ? nek wingi sih wis tak umumke, sing durung mangkat wingi, sesuk kon mangkat. Tapikan kita nggak tau juga kalau perkiraanku sih wong sing wingi-wingi.
Kang   : sukses, nek misalke berangkat.
Mba     : La, enggih. Nek misalke ngajinipun langsung atau sing mbiyen ?
Kang   : Apa sudah punya ?
Mba     : nggak tau ding. Masa ngagem gone kita sit.
Kang   : Bukunya kita punya ?

Mba     : Punya. Kemarin kulo bawa 1-6, mba lisa juga bawa 1-2 padha sebenere menurut kulo.

Kang   : ora papa sih menurut kula.
Mba     : Terus nanti kita gimana ? ya beli, kalau enggak gak papa kita. kan yang menyediakan.
Kang   : Ya begitu. Menyediakan belilah !
Mba     : Napa ngaten mawon, misal nanti ada kitabnya, kita diskusikan.
Kang   : Iya.
Mba     : Misalke belum ada pake punyake kita dulu, yang tes. Yang belum tes !


Bahasa Tulis
Bahasa tulis adalah bahasa yang dituliskan atau dicetak, berupa karangan.
Di Pesantren terdapat bahasa tulis yaitu peraturan yang ditulis dan dibuat untuk para santri.
“ Setiap santri dilarang bertemu antara kange dan mbake tanpa ada teman yang mendampingi"


Penggunaan bahasa “Multilingual” Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah terjadi karena adanya beberapa faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor pendidikan. Pesantren  tersebut berada di lingkungan Jawa tengah yang sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa. Beberapa santri dan santriwati merupakan mahasiswa yang berasal dari beberapa daerah maka panggunaan Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat atau bahasa persatuan untuk mempermudah penyampaian pesan dan komunikasi. Penggunaan bahasa asing khususnya bahasa arab di lingkup pesantren yaitu karena berpedoman kepada al-Quran dan al-kitab yang didalamnya  merupakan huruf arab atau hijaiyah dan pelafalan bahasa arab beserta menyisipkan. Bahasa arab yang sebagian diambil dari al-Quran, Hadist, dan al-kitab. Penggunaan dua bahasa atau lebih di lingkup pesantren yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab merupakan “Multilingual” bermanfaat untuk penyampaian pesan, gagasan, ide, kepada lawan bicaranya. Selain “Multilingual” bahasa lisan, di lingkup pesantren  Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljamaah juga terdapat beberapa bahasa tulis yang bertujuan memperindah bahasa dan menyesuaikan lingkup pesantren yang menguasai lebih dari tiga bahasa yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab.

Penggunaan lebih dari dua bahasa “Multilingual” oleh seseorang. Jika penggunaan bahasa Indonesia tercampur dengan bahasa lain atau munculnya bahasa gaul, maka termasuk kerusakan berbahasa. Bahasa Indonesia mempunyai aturan berbahasa dan berpedoman kepada KBBI. Alangkah lebih baiknya penggunaan bahasa dilingkup pesantren yang menggunakan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Arab. Digunakan pembagian bahasa supaya ketiga bahasa itu tetap digunakan tetapi tidak secara bersamaan. Pada kegiatan atau acara formal menggunakan bahasa Indonesia. Pada pembelajaran atau pengajian kitab menggunakan bahasa arab dan penjelasannya memakai bahasa Jawa. Di lingkup pesantren karena adat menghormati sangat baik maka penggunaan bahasa Jawa baik digunakan sesuai dengan tingkatan Krama dan ngoko.






Dr. Mansoer Pateda. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Mukhdoyin dan wagiran. 2012. Bahasa Indonesia. Semarang: Unnes Press.
Kyai Kyai Masrokhan dan Ustadz Kholid
Para Santri dan santriwati Pondok Pesantren As-waja (15 Juni 2015)


Kamis, 07 Januari 2016

KERANGKA KARYA ILMIAH

Bagian Karya Ilmiah
1.                   Bagian Pembuka
a.    Halaman judul
b.    Halaman pengesahan
c.    Halaman motto
d.   Halaman persembahan
e.    Prakata
f.     Daftar isi
g.    Daftar tabel
h.    Daftar grafik
i.      Daftar gambar
j.      Abstrak

2.                   Bagian Isi
BAB I PENDAHULUAN
a.    Latar Belakang
b.    Identitas Masalah
c.    Pembahasan Masalah
d.   Rumusan Masalah
e.    Tujuan Dan Manfaat
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB III METODE
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP

3.                   Bagian Penutup
a.    Daftar pustaka
b.    Daftar lampiran

c.    Indeks daftar istilah